v Pengertian
dan Istilah Hukum Administrasi Negara (HTUN)
Hukum Tata Usaha
Negara adalah arti luas dari pada Hukum Tata Negara. Hukum Tata Usaha Negara
dalam hal ini diartikan sebagai Kaidah/Hukum tentang tatanan yang mengatur
hubungan antara Negara dengan Warga negaranya, dalam konteks ini hubungan yang
dimaksud adalah yang berkaitan/bersinggungan dengan perihal administrasi.
Contohnya Pejebat Ekskutif (Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota) yang mengeluarkan
keputusan tertulis kepada jajarannya atau bawahannya, keputusan tertulis ini
lah yang kemudian disebut administrasi/keputusan administrasi sehingga dalam
perkembangannya disebut juga sebagai Hukum Tata Usaha Negara.
Dalam arti luas
hukum tata negara meliputi Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha
Negara, sedangkan dalam arti sempit yaitu Hukum Tata Negara tersebut. Berbicara
mengenai Hukum Tata Usaha Negara, maka tidak akan lepas dengan adanya peradilan
Tata Usaha Negara.
Hukum Administrasi Negara (HTUN)
berasal dari Belanda yang disebut Administratif recht atau Bestuursrecht yang
berarti Lingkungan Kekuasaan/ Administratif diluar dari legislatif dan yudisil.
Di beberapa negara terdapat istilah atau penyebutan lain mengenai hukum
administrasi negara ini, diantara : di Perancis disebut Droit Administrative, di
Inggris disebut Administrative Law, di Jerman disebut Verwaltung recht, dan di
Indonesia sendiri banyak istilah yang digunakan
untuk mata kuliah ini seperti Hukum Tata Usaha Negara, Pengantar Hukum
Administrasi, Hukum Administrasi Negara, dll.
1. E. Utrecht dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Hukum Administrasi pada cetakan pertama memakai istilah hukum tata
usaha Indonesia, kemudian pada cetakan kedua mennggunakan istilah Hukum tata usaha
Negara Indonesia, dan pada cetakan ketiga menggunakan istilah Hukum
Administrasi Negara Indonesia.
2. Wirjono Prajokodikoro, dalam tulisannya
di majalah hukum tahun 1952, menggunakan istilah “Tata Usaha Pemerintahan”.
3. Djuial Haesen Koesoemaatmadja dalam
bukunya Pokok-pokok Hukum TataUsaha Negara, menggunakan istilah Hukum Tata
Usaha Negara dengan alasan sesuai dengan Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman
No. 14 tahun 1970.
4. Prajudi Armosudidjo, dalam prasarannya
di Musyawarah Nasional Persahi tahun 1972 di Prapat mengunakan istilah Peradilan
Administrasi Negara.
5. W.F. Prins dalam bukunya Inhiding in het
Administratif recht van Indonesia, menggunakan istilah, Hukum Tata Usaha Negara
Indonesia.
6. Rapat Staf Dosen Fakultas Hukum Negeri
seluruh Indonesia bulan Maret 1973 di Cirebon, memutuskan penyebutan istilah Hukum
Administrasi Negara dengan alasan Hukum Administrasi Negara pengertiannya lebih
luas dan sesuai dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan Negara Republik
Indonesia kedepan.
7. Surat Keputusan Mendikbud tahun 1972,
tentang Pedoman Kurikulum minimal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta,
meggunakan istilah. Hukum Tata Pemerintahan ( HTP ).
8. Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman
No. 14 tahun 1970 dan TAP MPR No. II/1983 tentang GBHN memakai istilah Hukum
Tata Usaha Negara.
9. Surat Keputusan Mendikbud No. 31 tahun
1983, tentang kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum menggunakan istilah
Hukum Administrasi Negara.
Istilah
Hukum Administrasi Negara ( HAN ) atau Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) atau
Hukum Tata Pemerintahan ( HTP ) di Negeri Belanda disatukan dalam Hukum Tata
Negara yang disebut Staats en Administratiefrecht. Pada tahun 1946 di Universitas
Amsterdam baru diadakan pemisahan mata kuliah Administrasi Negara dari mata
kuliah Hukum Tata Negara, dan Mr. Vegting sebagai guru besar yang memberikan
mata kuliah Hukum Administrasi Negara.
Ø Tahun 1948 Universitas Leiden mengikuti
jejak Universitas Amsterdam memisahkan Hukum Administrasi Negara dari Hukum
Tata Negara yang diberikan oleh Kranenburg.
Ø Di Indonesia sendiri sebelum perang
dunia kedua pada Rechtshogeschool di Jakarta diberikan dalam satu mata kuliah
dalam Staats en administratiefrecht yang diberikan oleh Mr. Logemann sampai
tahun 1941.
Ø Baru pada tahun 1946 Universitas
Indonesia di Jakarta Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara diberikan
secara tersendiri. Hukum Tata Negara diberikan oleh Prof. Resink, sedangkan
Hukum Administrasi Negara diberikan oleh Mr. Prins.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Ilmu Hukum Administrasi Negara
adalah ilmu yang sangat luas dan terus berkembang mengikuti tuntutan
Negara/masyarakat, sehingga lapangan yang kan digalinya pun sangat luas dan beranekan
ragam dengan adanya peran atau campur tangan pemerintah dalam kehidupan
masyarakat.
v Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN)
Dari sudut sejarah
ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha
Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan
warga negaranya. Pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara
yuridis (judicial control) tindakan
pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi (mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum
(abuse of power).
Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang khusus yakni, Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang PTUN yang
kemudian dirubah dengan Undang-Undang No.9
Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah
memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN yang professional guna
menjalankan fungsinya melalui kontrol yudisialnya.
Namun, perlu disadari bahwa das sollen seringkali
bertentangan dengan das sein, salah satu contohnya terkait dengan eksekusi
putusan, Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dikatakan belum profesional dan
belum berhasil menjalankan fungsinya.
Sebelum diundangkannya UU No. 9 Tahun 2004 putusan
PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak adanya lembaga eksekutornya dan
juga tidak ada sanksi hukumnya serta dukungan yang menyebabkan inkonsistensi
sistem PTUN dengan sistem peradilan lainnya, terutama dengan peradilan umum
karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van het bestuur
mag gaan zitten (hakim tidak boleh duduk
di kursi pemerintah atau mencampuri urusan pemerintah) dan asas
rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak berhak membuat keputusan yang
menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan Pejabat tidak bisa dirampas.
Kemudian setelah diundangkannya UU No.9 Tahun 2004
tersebut diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No. 9
Tahun 2004 itu pun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme
publik karena tidak mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa
yang bisa dilakukan atas keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur
dalam UU No. 9 Tahun 2004 Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia
melaksanakan putusan maka dapat dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah
uang paksa dan/atau sanksi administratif. lemah dari prinsip-prinsip hukum
administrasi negara.
Eksekusi Putusan PTUN juga seringkali tertunda karena
adanya upaya banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK) sehingga memaksa
majelis hakim menunda eksekusi, kalau eksekusi tidak dapat dilaksanakan, maka
PTUN berwenang untuk melaporkan kepada atasan yang bersangkutan yang puncaknya
dilaporkan kepada Presiden.
v
Tujuan
Dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk berdasarkan
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara
melengkapi 3 peradilan lain yaitu Mahkamah Agung, Peradilan Agama, dan
Peradilan Militer sebagai pelaksana peradilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Keberadaan PTUN bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan
bernegara dan berbangsa yang sejahtera, aman, tentram, dan tertib. Karena itu,
diperlukan persamaan di depan hukum yang tidak hanya mengatur warga negara
dengan warga negara, tetapi juga antara warga negara dengan pemerintah.
Sejatinya Peradilan Tata Usaha Negara
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman untuk rakyat yang mencari keadilan
terhadap sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara yang dimaksud adalah
sengketa yang terjadi antara badan atau kantor tata usaha negara dengan warga
negara. PTUN diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan
warga negaranya. Dalam hal ini, sengketa timbul sebagai akibat dari adanya
tindakan-tindakan pemerintah yang melanggar hak-hak warga negara
Philipus M.
Hadjon mengatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum dimana rakyat diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang preventif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Perlindungan
hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang
didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum
yang didasarkan pada diskresi. Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, tujuan
pembentukan peradilan administrasi Negara (Peradilan Tata Usaha Negara) adalah:
defenitif, artinya perlindungan hukum preventif pemerintah terdorong untuk
bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan
- Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat
yang bersumber dari hak- hak individu.
- Memberikan perlindungan terhadap hak-hak
masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang
hidup dalam masyarakat tersebut.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan (beschiking) dapat ditempuh
melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi atau upaya administrasi
dan melalaui peradilan.
Menurut
Sjahran Basah perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua non
dalam menegakan hukum. Penegakan hukum merupakan qonditio sine qua non pula
untuk merealisasikan fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang dimaksud
adalah:
- Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk
membentuk masyarakat yang hendak dicapai dengan tujuan kehidupan
bernegara;
- Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;
- Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat;
- Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap
sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi
pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
- Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak
baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan
kewajiban untuk mendapatkan keadilan.
v
Subyek Dan Obyek Hukum
Administrasi
Menurut
ilmu hukum istilah subyek hukum berasal dari bahasa belanda rechtsubject atau law of subject dalam bahasa inggris. Secara umum subyek hukum
adalah orang/manusia/badan hukum.
Obyek
hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan yang dapat
menjadi pokok suatu hubungan/keterkaitan hukum, karena sesuatu itu dapat
dikuasai oleh subyek hukum. Obyek hukum biasanya disebut juga dengan benda ( Zaak ) atau segala sesuatu yang
dibendakan. Dalam konteks ini obyek hukum dalam
Hukum Tata Usaha Negara adalah keputusan tertulis/surat tertulis (keputusan
administrasi)
v
Prosedur Berita
Acara dalam Peradilan Tata Usaha Negara
Objek
sengketa dalam PTUN adalah keputusan tertulis pejabat administrasi negara
(beschikking). Seperti diketahui, seorang pejabat administrasi negara mempunyai
kewenangan melakukan freis ermessen berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.
Freis ermessen tersebut akan berbentuk beschikking yang berlaku secara konkrit,
individual dan final bagi orang atau badan hukum yang merugikan sasaran
keputusan tertulisnya. Untuk mengontrol hal itulah, maka PTUN dibentuk, yaitu
sebagai sarana bagi masyarakat untuk melindungi kepentingan individunya dari
kekuasaan pemerintah. Dimaksud dalam hal ini karena pejabat administrasi
mempunyai kewenangan, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan melakukan sesuatu
yang merugikan bawahannya/warga negara lainnya.
Setiap
keputusan TUN (KTUN) dapat digugat oleh individu/badan hukum perdata, yang
terkena dampak langsung dari KTUN tersebut. Gugatan tersebut dapat diajukan
melalui dua cara, yang pertama melalui upaya administratif (Pasal 48 UU No. 9
Tahun 2004) atau melalui PTUN (Pasal 50 UU No. 9 Tahun 2004).
Bagi
sengketa yang diajukan melalui PTUN, terhadap putusannya dapat dilakukan upaya
banding melalui PT TUN (Pasal 51 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004) sedangkan bagi
sengketa yang diajukan melalui upaya administratif, penyelesaian melalui
lembaga peradilan dapat langsung diajukan ke PT TUN (Pasal 51 ayat (3) UU No. 9
Tahun 2004) dan terhadap kedua upaya hukum ini dapat dilakukan kasasi melalui
Mahkamah Agung (Pasal 5 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004).
Peradilan
Tata Usaha Negara dalam Kenyataan Seperti telah dikemukakan diatas mengenai
tujuan PTUN, yaitu memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang
bersumber dari hak- hak individu dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak
masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang hidup
dalam masyarakat tersebut.