Selasa, 07 Mei 2013

PENDIDIKAN PANCASILA dan KEWARGANEGARAAN SALAH SATU PILAR DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA


A.    Latar Belakang
Awal reformasi di sambut oleh bangsa Indonesia dengan suka cita, euforia karena telah terbit fajar baru yang selanjutnya di ikuti dengan demokratisasi dalam segala bidang, namun dalam perjalanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sungguh memprihatinkan sehingga mengundang kita semua untuk ikut bertanggung jawab atas retaknya mosaik Indonesia, hingga hilang keindahannya. Seperti krisis politik, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis moral, dan budaya menjadi orientasi nilai di kalangan masyarakat yang sejauh ini telah hilang.
Kehidupan berbangsa di era reformasi melahirkan berbagai keinginan antara lain keinginan untuk lepas dari pemerintahan otoriter dan membentuk pemerintahan baru yang di harapkan lebih baik lagi bagi bangsa ini, sehingga akan mempercepat tercapainya tujuan bangsa yaitu “masyarakat yang adil dan makmur”. Keinginan untuk mengedepankan sifat keterbukaan/transparansi, good goverment, dan akuntabel menjadi isu nasional yang selalu  hangat agar rakyat sebagai pemegang kedaulatan bisa memonitor dan mengontrol secara langsung semua kebijakan yang dilakukan pemerintah, keinginan untuk mengeluarkan pendapat secara lebih bebas dan keinginan untuk menuntut hak-haknya, semuanya ini terbingkai dalam kata “demokratisasi”. Demokrasi menjadi kata sekaligus senjata yang ampuh, kata dan senjata yang oleh bangsa dan negara manapun di agungkan serta di junjung tinggi, oleh karena itu begitu ampuhnya demokrasi memiliki pengaruh yang sangat dahsyat dalam segala aspek kehidupan, baik itu politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya.
Namun mari sejenak kita lihat bersama apa yang selama ini sudah terjadi pada bangsa kita seabagai akibat dari kesalahan dalam mengartikan “demokrasi”? Konflik serasa tidak pernah surut, pada kalangan mahasiswa/pelajar sering terjadi tawuran antar mahasiswa, tawuran antar pelajar (siswa), konflik antar lembaga negara seperti konflik KPK vs POLRI, bentrok antar masyarakat, bentrok antar pendukung kesebelasan sepakbola, konflik setelah PILKADA, dan sebagainya. Kemudian pertanyaannya dimanakah budi luhur yang selama ini dimiliki bangsa ini? Apakah era demokrasi ini hanya wahana untuk menyalurkan aspirasi secara brutal, bebas melanggar hukum, dsb? Untuk apakah kekuasaan, keadilan, pendidikan dan pembangunan? Jangan-jangan kita hanya membangun fisiknya saja tanpa disertai bangunan jiwa. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kehidupan berbangsa dan beregara hanya mengejar lahiriah dan saat ini bangsa kita sudah kebablasan, bukan lagi praktik democracy tapi democrazy. Lihatlah sikap dan perilaku kehalusan budi pekerti, sopan santun, toleransi, kerukunan, rasa malu, solidaritas sosial, gotong royong, semua sikap dan perilaku ini sudah jarang terlihat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sungguh ini menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan. Tentunya bangsa ini tidak ingin nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila yang sejatinya merupakan karakter bangsa hilang begitu saja dari memori kolektif bangsa ini, karena Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, apalagi diterapkan baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Untuk itu dalam blog ini saya ingin mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas, utamanya apa peran dan posisi pendidikan kewarganegaraan dalam pendidikan karakter bangsa?
B.     Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan jati diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang sesuai dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas 2004). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civics, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan (kurikulum 2004), sampai yang terakhir kembali lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (kurikulum 2013).
Sejak kelahirannya (tahun 1973) sampai dengan sekarang, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan yang menentukan bagi perjalanan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Hal ini terbukti bahwa dalam penyelenggaraan kurikulum perguruan tinggi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) senantiasa ditemukan sebagai mata kuliah  yang berdiri sendiri.
Secara akademik Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah progam pendidikan yang berfungsi untuk membina kesadaran warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan jiwa dan nilai konstitusi yang berlaku (UUD 1945). Dalam penjelasan Pasal 37 (2) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, Sebagai progam pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menekankan pada kompetensi (kemampuan) peserta didik (subjek belajar) untuk memiliki wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Kompetensi ini merupakan panggilan konstitusi dan ketentuan UU  yang harus direalisasikan dalam praktik dan kinerja pendidikan dan pengajaran tidak saja bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi, namun juga bagi siswa di sekolah menengah atas (SMA), siswa di sekolah menengah pertama (SMP), dan siswa di sekolah dasar (SD).
Sebagai progam pendidikan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tergolong dalam mata kuliah yang strategis dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, di samping mata kuliah lain yaitu Pendidikan Agama. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mengemban misi dalam mempersiapkan generasi bangsa yang bermoral, bertanggung jawab, tangguh dalam mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang berpengaruh pada eksistensi dirinya. Kompetensi yang demikian mesti di imbangi dengan kemampuan berfikir ke arah pemahaman dan pengamalan jiwa pada nilai-nilai pancasila (yang dipersiapkan melalui mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama (melalui Pendidikan Agama) yang diyakini oleh masing-masing Individu.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan termasuk pendidikan untuk menjadi (educational for becoming), yang menekankan garapannya pada upaya pembentukan manusia; yakni mahasiswa yang memiliki kesadaran dalam melaksanakan hak dan kewajibannya terutama kesadaran akan wawasan nasional dan pertahanan keamanan nasional. Secara demikian, progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam pelaksanaannya mengharuskan adanya perhatian yang seksama bagi pembinanya (Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), dengan pemikiran yang cermat diharapkan proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mampu mencapai misi yang telah ditetapkan.
Demikian penting tugas yang harus dilaksanakan oleh mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) maka penyelenggaranya mengharuskan adanya persamaan presepsi di antara dosen pembina baik terhadap eksistensi (keberadaan) mata kuliah ini maupun cara-cara dalam pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran mahasiswa terhadap materi mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
C.    Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Secara progamatik, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di tujukan pada garapan akhir yaitu pembentukan warga negara yang baik dan bermoral yang sesuai dengan jiwa serta nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Rasionalnya, bahwa Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan sebagai norma dan parametrik kehidupan nasional Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ditinjau dari cara kerjanya yang bergerak dalam lingkungan pendidikan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk kualitas kepribadian warga negara yang baik, bermoral, dan cinta tanah air.
Kriteria warga negara yang baik dapat digali dari beberapa kualitas kepriadian sebagai perwujudan dari potensi yang melekat pada diri seseorang warga negara. Stanley E. Dimond (1970), memberikan deskripsi kualitas kepribadian warga negara yang baik, maliputi beberapa atribut; (1) Loyal, (2) Orang yang selalu belajar, (3) Seorang pemikir, (4) Bersikap demokratis, (5) Gemar melakukan tindakan kemanusiaan, (6) Pandai mengatur diri; dan (7) Seorang pelaksana.
Cogan (1998) menegaskan bahwa warga negara yang baik harus memiliki kemampuan untuk; (1) menjawab tantangan global, (2) bekerja sama dengan orang lain, (3) menerima dan toleransi terhadap perbedaan budaya, (4) berfikir kritis dan sistematis, (5) menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, (6) mengubah gaya hidup konsumtif guna melindungi lingkungan, (7) kepekaan terhadap hak azasi manusia, (8) partisipasi dalam pemerintahan local, nasional dan global.
Target Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam kerangka sistem pendidikan nasional dipusatkan pada kredibilitas kepribadian warga negara dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bebangsa, bernegara, dan bermasyarakat menurut kriteria konstitusi. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraa (PPKn) juga bertujuan untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan kesadaran warga negara, sikap serta perilaku cinta tanah air, yang bersendikan pada kebudayaan bangsa, moral, wawasan nusantara dan ketahanan nasinal. Dengan demikian warga negara diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam bermasyarakat tanpa menggunakan unsur kekerasan, sehingga tujuan dari pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu sendiri berjalan secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita nasional sebagaimana digariskan dalam UUD 1945.

Referensi

Prof. Zamroni, Ph.D. 2003. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Yogyakarta. LP3 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Untari, Sri. 2012 “Mewujudkan Generasi Emas Indonesia yang Berkarakter dan Berjiwa Pancasila”. Malang. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 37 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional.